Saturday 30 December 2017

HIDUPKAN KALBU, MESKI DALAM KEADAAN TIDUR

HIDUPKAN KALBU, MESKI DALAM KEADAAN TIDUR
Dalam kitab Sirrul Asrar, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa jalan untuk wushul (sampai) kepada Allah adalah dengan menjaga amalan badan tetap berada di jalan yang benar dengan melakukan semua hukum syariat, baik di siang hari atau malam.

Menurut beliau, kita harus mendisiplinkan diri dengan berdzikir, baik secara jahr atau khafi (secara terang atau secara samar). Hukum berdzikir menurut Syekh adalah wajib dan harus dilakukan oleh semua manusia yang ingin dekat kepada Allah.

Allah SWT berfirman:
"Ingatlah Allah dalam keadaan berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (QS Ali Imran (3): 191).

Dzikir harus disertai dengan kesucian lahir dan batin agar menghasilkan cahaya dzikir di dalam batin. Dzikir dilakukan dalam kesadaran yang terus menerus. Bahkan, saat kita dalam keadaan tidur. Karena itu, sebelum tidur pun kita diperintahkan berdoa, berdzikir, bertasbih, dan membaca ayat Al-Quran. Kita harus tetap menghidupkan kalbu setiap saat meskipun dalam keadaan tidur.

Menurut Syekh, sebagaimana kalbu yang hidup, ia tidak pernah tidur, maka janganlah mengira bahwa kalbu itu akan mati. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
"Kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak tidur,"(HR Al-Bukhari)

Maka, mari niatkan diri kita untuk berdzikir dalam setiap keadaan, selalu menghidupkan kalbu dengan kesadaran ruhani yang selalu merindukan pertemuaan dengan Rabb. Mari menghidupkan kalbu dengan tahlil, tasbih, tahmid, istighfar dan shalawat Nabi.
Semoga bermanfaat.
Salam

Halim Ambiya

--Disarikan dari kitab Sirrul Asrar, karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Friday 29 December 2017

PESAN SUCI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

PESAN SUCI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Bagi orang-orang yang benar-benar jujur (shadiq), dia tidak dapat bergerak ke belakang. Dia selalu bergerak ke depan. Dia hanya memiliki depan, tanpa belakang. Dia tak pernah berhenti berprilaku jujur dan ikhlas sehingga setitik debunya menjadi gunung, setetes airnya menjadi lautan, jatahnya yang kecil menjadi sangat besar, lampunya menjadi matahari, dan bungkusnya menjadi isi.

Jika engkau beruntung bertemu dengan seseorang yang benar-benar jujur seperti itu, maka engkau harus selalu dekat dengannya kemanapun ia membawamu. Jika engkau beruntung bertemu dengan seseorang yang mempunyai obat untuk menyembuhkan penyakitmu, maka engkau harus mendekatinya sepanjang waktu.

Jika engkau cukup beruntung bertemu dengan seseorang yang bisa menunjukkan kepadamu bagaimana cara menemukan kembali kesempatan yang telah engkau sia-siakan pada sesuatu yang tak lebih baik daripada sampah, maka engkau harus mendekatinya—benar-benar dekat!

Tapi, boleh jadi, engkau tak akan pernah mengenal orang-orang yang seperti itu, sebab mereka tak lebih dari segelintir manusia yang langka. Bungkus luarnya mungkin banyak, tetapi isinya hanya sedikit. Cangkangnya mungkin berada di tempat-tempat pembuangan sampah umum, tetapi isinya berada di gudang pribadi sang pemilik tanah.

Setiap kali hati diisi dengan hal-hal duniawi, syahwat, hawa nafsu badani, maka hati itu akan menjadi hanya sekadar cangkang, yang tak akan cocok untuk tujuan apa pun di luar dunia yang rendah ini. Selama engkau masih menemukan dalam hatimu sifat dan perbuatan kotoran makhluk, maka engkau akan merasa menderita karena hukuman.

Allah SWT berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka, dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pemberi rezeki, Yang Mahakuat lagi Mahakokoh.” (QS Adzariyat: 56-58)

—Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir

Jalan Terakhir Barshisha

JALAN TERAKHIR BARSHISHA
Alkisah, hiduplah seorang yang sangat alim dan tekun beribadah, ia bernama Barshisha. Selama 220 tahun ia beribadah kepada Allah Swt. Selama itu pula ia tak pernah bermaksiat sedikit pun. Ia juga merupakan orang yang sangat ditokohkan masyarakat di seluruh negeri. Konon, ketinggian ilmu dan ketekunan ibadahnya nyaris tak tertandingi.

Popularitas Barshisha menggema hingga ke pelosok negeri. Ia menjadi tempat orang untuk bertanya dan berguru ilmu pengetahuan agama. Setiap hari selalu saja ada yang datang dari berbagai daerah untuk menitipkan anaknya atau sekedar untuk meminta nasihatnya. Maka tak heran jika ia mempunyai 60.000 murid. Barshisha menyediakan asrama khusus untuk murid-muridnya dalam satu kompleks pendidikan, layaknya seperti pondok pesantren di zaman ini.

Tak hanya itu, kemasyhuran Barshisha dalam ilmu batin pun menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang datang kepadanya. Murid-murid Barshisha yang telah mencapai tingkat tinggi di perguruan itu dikabarkan bisa terbang ke angkasa tanpa menggunakan bantuan teknologi canggih. Bahkan, popularitas Barshisha tidak hanya dikenal oleh penghuni bumi, namun ia juga dikenal oleh seluruh penghuni langit. Mereka sangat kagum dan bangga dengan pencapaian ibadah yang dilakukannya.

Karena kekaguman malaikat-malaikat terhadap Barshisha terlalu berlebihan, Allah Swt. menegur mereka, “Mengapa kalian terlalu mengaguminya? Sesungguhnya Aku lebih tahu daripada kalian tentang apa-apa yang tidak kalian bayangkan sebelumnya. Barshisha akan mati dalam keadaan kafir, ia akan menjadi penghuni neraka selamanya.”

Mendengar firman Allah seperti itu Iblis merasa tertantang. Barshisha yang selama ini susah ditundukkan, kini menjadi target sasaran bangsa Iblis. Seolah-olah ini saatnya bagi mereka untuk membuktikan bahwa mereka mampu mengalahkan Barshisha, ahli ilmu dan ibadah itu.

Iblis datang ke kediaman Barshisha dengan menyamar. Ia mendekati tempat ibadahnya dengan pakaian tenun yang memikat perhatian. Gaya dan penampilan persis seperti seorang sufi ahli ibadah. “Siapa gerangan dirimu? Apa tujuanmu datang ke sini?” tanya Barshisha kepada Iblis itu. “Perkenalkan, aku adalah seorang ahli ibadah yang datang untuk membantumu beribadah kepada Allah.”

Perkenalan itu pun memikat perhatian Barshisha. Tutur kata Iblis itu sangat sopan dan wawasan keilmuannya terlihat sangat luas. “Barang siapa yang ingin beribadah kepada Allah maka Dia pun pasti akan mencukupinya,” demikian salah satu nasihatnya.

Iblis pun diberi tempat khusus di rumah Barshisha, layaknya tamu-tamu terhormat lainnya. Ia memperlihatkan cara beribadah yang belum pernah dilakukan orang di negeri mana pun. Iblis itu beribadah, shalat dan zikir selama 3 hari 3 malam, tanpa makan, tanpa minum. Bahkan Barshisha sendiri melihatnya selama 3 hari itu pula sang tamu tidak tidur.
Karena rasa heran dan penasaran yang amat sangat, Barshisha memberanikan diri untuk bertanya, “Mengapa engkau sanggup tidak makan, tidak minum selama itu? Padahal, selama 220 tahun aku beribadah tak pernah aku meninggalkan makanan dan minuman. Kalaupun aku berpuasa, aku selalu berbuka di waktu malam. Aku selalu makan, minum, dan tidur layaknya manusia biasa.”

“Aku merasa sangat berdosa kepada Allah, sehingga aku tak bergairah untuk makan-minum, apalagi tidur. Setiap kali datang rasa lapar dan kantukku saat itu pula aku teringat dosaku,” tutur Iblis.

“Lalu bagaimana caranya agar aku bisa menyamaimu?” tanya Barshisha.
“Benar kau ingin menyaimaiku?” tanya Iblis.
“Benar. Tunjukkanlah caranya kepadaku!” desak Barshisha.

“Baiklah. Sekarang cobalah kau bermaksiat kepada Allah, lalu bertobatlah kepada-Nya. Ingatlah, Allah Maha Pengampun, Maha Penerima Tobat. Kau akan menikmati kelezatan ibadahmu jika sebelumnya kau pernah melakukan dosa,” ungkap Iblis.
“Lalu, cara apa yang harus kuambil?” tanya Barshisha.

“Berzina!” kata Iblis.
“Tidak. Tak mungkin aku melakukan itu,” jawab Barshisha.
“Membunuh seorang Mukmin?” desak Iblis.
“Itu juga tak mungkin. Aku tak sanggup melakukannya,” Barshisha.

“Bagaimana kalau meminum arak hingga mabuk. Ini kelihatan ringan, sangat mudah dilakukan, tapi cukup efektif membuat Allah marah dan memusuhimu,” rayu Iblis.
“Wah, kalau ini memang ringan. Kemana aku mencari?” tanya Barshisha. Lalu Iblis pun menunjukkan ke suatu kota yang biasa menjual arak dan minuman keras yang lain.

Singkat cerita, Barshisha menemukan sebuah warung minuman dengan pelayan yang sangat cantik. Atas petunjuk Iblis, Barshisha pun membeli minuman haram itu dan meminumnya hingga mabuk. Dalam keadaan tak sadarkan diri ia bahkan berzina dengan wanita pelayan itu. Tanpa diduga sebelumnya, suami pelayan itu datang dan memergoki mereka sedang berzina. Karena terbakar api cemburu yang hebat, lelaki itu menghajar Barshisha hingga babak belur, bahkan hampir-hampir mati.

Iblis itu datang dengan menyamar sebagai manusia biasa. Ia menyeret Barshisha ke pengadilan untuk dihukum atas perbuatannya. Akibatnya, hakim memutuskan Barshisha bersalah, lelaki yang dikenal ahli ibadah itu mendapat hukuman 80 kali cambukan untuk perbuatan meminum arak, dan 100 kali cambukan karena telah berzina. Tak hanya itu, Barshisha juga disalib di tempat umum yang disaksikan banyak orang yang mengenalnya.

Ketika Barshisha dalam keadaan tersalib, Iblis datang dengan penyamaran sebagai manusia, tapi dalam gaya dan penampilan berbeda. “Bagaimana keadaanmu, Barshisha?” tanya Iblis. “Beginilah penderitaan bagi orang yang telah mematuhi penjahat dan pendosa,” jawab Barshisha.

Iblis itu tertawa sinis. Mencibirkan muka dengan keangkuhan, sambil mengacung-ngacungkan tangan ke arah muka Barshisha ia berkata, “Aku mengalami penderitaan dan musibah hingga 220 tahun lamanya karena ulahmu! Sekarang apa maumu? Apakah kau mau kulepaskan dari hukuman ini?”
“Cepatlah, turunkan aku dari tiang salib ini! Aku akan menuruti semua kehendakmu!” pinta Barshisha.

“Bersujudlah sekali saja kepadaku!” desak Iblis.
“Tak mungkin. Aku masih tersalib, tak bisa melakukannya. Turunkan saja aku dulu!” rengek Barshisha.
“Kau tak perlu turun dulu. Lakukanlah sujud itu dengan isyarat saja!” desak Iblis lagi.
Akhirnya Barshisha pun menuruti permintaan Iblis, ia bersujud kepada Iblis dengan satu isyarat saja. Sungguh perbuatan terkutuk yang semestinya tidak dilakukan oleh seorang Barshisha. Ia meninggal dunia sejurus setelah perbuatan kafir dilakukannya. Na’udzu billahi min dzalik.

---Untaian cerita berasal dari Kitab Hayatul Qulub. Naskah ini diterjemahkan oleh Halim Ambiya dari Kitab Durratun-Nashihin karya Syaikh Usman.

Menolak ajaran Tasawuf

Jika sampai saat ini masih ada orang yang menolak Tasawuf dan segala praktik dzikir dalam Tarekat adalah hal yang wajar karena ilmu dalam agama tersebut berlapis atau bertingkat. Antara satu tingkat dengan tingkat lain kelihatan berbeda namun pada hakikatnya sama. Anak kelas 1 SD berhitung dengan memakai jari tangan karena jumlah hitungan masih bisa dihitung oleh tangan, cara ini tidak lagi diperlukan oleh anak SMP karena hitungan mereka sudah lebih banyak dan rumit. Cara membaca anak SD dengan suara keras dan nyaring tidak berlaku di SMP apalagi di Perguruan Tinggi tapi tujuannya sama yaitu membaca agar memperoleh ilmu.

Imam al-Ghazali sebagai contoh awalnya tidak sepakat dengan pemahaman Tasawuf tapi kemudian Beliau menerimanya. Al-Ghazali berkata, “Pada awalnya aku adalah orang mengingkari kondisi spiritual orang-orang saleh dan derajat-derajat yang dicapai oleh para ahli makrifat. Hal itu terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan mursyid-ku, Yusuf an Nasaj. Dia terus mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga akhirnya aku memperoleh karunia-karunia ilahiyah”.

Kalau anda melihat ada ustad berpendapat bahwa tasawuf sebagai ajaran menyimpang dari Islam, itu tidak aneh karena seperti saya kemukakan di awal tulisan bahwa agama itu berlapis, kalau di SD anda benar maka belum tentu di SMP cara dan pemahaman anda tetap benar. Imam al-Ghazali dengan tegas mengatakan, “”Bergabung dengan kalangan sufi adalah fardhu ‘ain. Sebab tidak seorang pun terbebas dari aib atau kesalahan kecuali para nabi”.

Berikut saya kutip nasehat dari Imam al-Ghazali tentang betapa pentingnya seorang memiliki Guru dalam menempuh jalan kepada Allah SWT, agar selamat dan sampai kepada tujuan.

“Di antara hal yang wajib bagi para salik yang menempuh jalan kebenaran adalah bahwa dia harus mempunyai seorang mursyid dan pendidik spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya, serta melenyapkan akhlak-akhlak yang tercela dan menggantinya dengan akhlak-akhlak yang terpuji. Yang dimaksud dengan pendidikan di sini, hendaknya seorang pendidik spiritual menjadi seperti petani yang merawat tanamannya. Setiap kali dia melihat batu atau tumbuhan yang membahayakan tanamannya, maka dia langsung mencabut dan membuangnya. Dia juga selalu menyirami tanamannya agar dapat tumbuh dengan baik dan terawat, sehingga menjadi lebih baik dari tanaman lainnya. Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang salik harus mempunyai seorang mursyid. Sebab Allah mengutus para Rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan sebelum Rasulullah Saw. wafat, Beliau telah menetapkan para khalifah sebagai wakil Beliau untuk menunjukkan manusia ke jalan Allah. Begitulah seterusnya, sampai hari kiamat. Oleh karena itu, seorang salik mutlak membutuhkan seorang mursyid.”

“Murid membutuhkan seorang mursyid atau guru yang dapat diikutinya, agar dia menunjukkannya ke jalan yang lurus. Jalan agama sangatlah samar dan jalan-jalan Syetan sangat banyak dan jelas. Oleh karena itu, jika seseorang yang tidak mempunyai Syaikh yang membimbingnya, maka pasti Syetan akan menggiringnya menuju jalannya. Barang siapa berjalan di jalan yang berbahaya tanpa petunjuk, maka dia telah menjerumuskan dan membinasakan dirinya. Masa depannya ibarat pohon yang tumbuh sendiri. Pohon itu akan menjadi kering dalam waktu singkat. Apabila dia dapat bertahan hidup dan berdaun, dia tidak akan berubah. Yang menjadi pegangan seorang murid adalah Syaikhnya. Maka hendaklah dia berpegang teguh kepadanya.”

“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Dia akan memperlihatkan kepadanya penyakit-penyakit yang ada di dalam jiwanya. Barang siapa mata hatinya terbuka, niscaya dia akan dapat melihat segala penyakit. Apabila dia mengetahui penyakit itu dengan baik, maka dia dapat mengobatinya. Namun mayoritas manusia tidak dapat mengetahui penyakit-penyakit jiwa mereka sendiri. Seorang di antara mereka dapat melihat kotoran di mata saudaranya. Tapi dia tidak dapat melihat kotoran di matan

Tasawuf dan Ustads Abdul Shomad

Tasawuf melembutkan dan menjernihkan hati,  menguatkan moral dan tidak mudah tergoda rayuan manisnya dunia..


http://www.postmetro.id/2017/12/kisah-seorang-syeikh-yang-ternyata-kakek-ustadz-abdul-somad.html#.WkXeXdCTGr0.twitter



POSTMETRO – Siapa sangka, di balik pemahaman ilmu yang mendalam soal Islam, ternyata Ustadz Abdul Somad terlahir dari keturunan seorang ulama besar, yaitu Tuan Syekh Silau Laut. Siapa sebenarnya Tuan Syekh Silau Laut?

Sejarah dan kisah Tuan Syeikh Silau Laut yang merupakan kakek dari ulama yang mengajar dan berkiprah di Riau itu.

Tuan Syekh Silau Laut bernama lengkap Syekh Abdurrahman Urrahim bin Nakhoda Alang Batubara. Berdasarkan catatan riwayat Silau Laut yang dipublish di http://omtato.blogspot.co.id, Syeikh Silau Laut dilahirkan di daerah Batubara (sekarang Desa Tanjung Mulia Kecamatan Tanjung Tiram Batubara, Sumatera Utara) pada tahun 1858 atau 1275 Hijriyah.

Ayahnya bernama Nakhoda Alang bin Nakhoda Ismail, keturunan dari Tuk Angku Mudik Tampang keturunan dari Tuk Angku Batuah yang berasal dari daerah Rao (perbatasan Mandailing Natal dengan Sumatera Barat). Gelar ‘nakhoda’ di awal nama ayahnya itu profesinya sebagai Nakhoda di sebuah kapal tongkang miliknya sendiri. Kapal itu digunakannya untuk membawa barang-barang dagangan antarpulau bahkan Malaya (Malaysia).

Ibunya bernama Naerat berasal dari Kampung Rantau Panjang (Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang, Sumatera Utara). Beliau adalah anak ketiga dari empat bersaudara, yaitu: Abas, Siti Jenab, Abdurrahan, Abdurrahim.

Sejak kecilnya, Abdurrahman dikenal memiliki sifat pemberani, berkemauan keras, pendiam, cerdas dan tekun belajar. Ketika berumur 6 tahun, orang tuanya memasukkan belajar mengaji pada salah seorang guru di Kampung Lalang Batubara.

Saat itu pribadinya mulai nampak sebagai ciri-ciri anak yang saleh. Sebab selain belajar agama dan mengaji, ia sering pula berkhalwat (mengasingkan diri untuk berzikir mengingat Allah Tuhan Maha Pencipta). Ia suka berkhalwat sejak usia 15 tahun.

Setelah menginjak dewasa sekitar 17 tahun, Abdurrahman ingin memperdalam ilmu Islam. Dengan memohon izin kepada kedua orang tuanya, ia pun pergi merantau ke daerah asal para pendahulunya di Minangkabau tepatnya di Bukit tinggi.

Di sana, ia berguru kepada seorang ulama yang cukup dikenal ketika itu bernama Syekh Jambek. Di samping ia mempelajari ilmu-ilmu syari’at dan ilmu fiqih, Abdurrahman lebih menekuni ilmu hakikat yaitu tauhid dan tasawuf.

Tak hanya ilmu syariat, Tuan Syekh Silau Laut saat remajanya juga meminati ilmu beladiri (silat). Untuk mempelajari ilmu bela diri ini ia belajar kepada salah seorang ahli beladiri yang cukup dikenal di tanah Minangkabau bernama Tuk Angku Di Lintau.

Dalam usahanya untuk membekali dirinya dengan ilmu bermanfaat, Syekh Silau Laut juga belajar ke Aceh, namun belum diketahui daerah dan gurunya tempat ia belajar.

Saat usia remaja itu, Syekh Silau Laut merasa masih kurang puas dengan ilmu yang dimilikinya. Tidak lama setelah ia pulang dari Minangkabau dan Aceh, salah seorang Pakciknya bergelar Panglima Putih membawanya merantau ke negeri Fathani (Thailand). Atas restu kedua orang tuanya, ia pun berangkat untuk menambah ilmu Agama Islam.

Di dalam pelayarannya, Abdurrahman muda (Syekh Silau Laut) menunjukkan kemahirannya dalam ilmu silat kepada para penumpang kapal. Ia tidak mengetahui kalau di antara mereka ada rombongan Sultan Kedah yang akan pulang ke negerinya.

Di Negeri Fathani, Abdurrahman muda belajar kepada salah seorang ulama yang cukup dikenal. Ula ini bernama Syekh Wan Mustafa dan anaknya bernama Syekh Daud Fathani.

Selama berada di sana, Abdurrahman lebih banyak belajar ilmu tauhid, ilmu tasawuf dan ilmu hikmah/ketabiban. Di samping belajar, ia ditugaskan gurunya pula untuk mengajar.

Ketika berada di Fathani, ia didatangi utusan dari Kedah dengan maksud mengundangnya datang ke negeri Kedah. Alasannya, Sultan Kedah ingin melihat kemahirannya dalam ilmu silat di hadapan Hulubalang, prajurit dan rakyat negeri Kedah.

Abdurrahman muda pun memenuhi undangan itu dengan terlebih dahulu memohon restu dari gurunya. Sesampainya di negeri Kedah, sesudah beberapa hari lamanya diadakanlah acara perang tanding untuk memilih kepala hulu balang kesultanan Kedah.

Abdurrahman yang sengaja diundang untuk perang tanding tersebut, berhadapan dengan Panglima Elang Panas yang berasal dari Siam. Dengan kuasa dan izin Allah, Abdurrahman muda menang dalam perang tanding tersebut.

Lalu, Sultan Kedah pun menawarkannya untuk menjadi Kepala Hulubalang Kesultanan Kedah. Abdurrahman menerima tawaran itu, kemudian ia dinobatkan dan menjabat selama 7 tahun berturut-turut.

Menurut riwayat, beliau menerima gaji 60 Ringgit setiap bulannya. Dalam perantauannya di Fathani dan Kedah, beliau sempat pula belajar di Kelantan.

Abdurrahman menyadari bahwa cita-citanya semula adalah untuk menjadi seorang ulama yang akan mengembangkan agama Islam dan mengabdikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat negrinya.

Maka dari itu, ia meletakkan jabatannya sebagai kepala hulubalang Kesultanan Kedah lalu ia pulang kembali ke negeri asalnya di Batubara dijemput Abangnya bernama Abbas.

Setelah berada kembali di Batubara, ia mulai mengamalkan ilmunya untuk melakukan dakwah dengan mengisi pengajian yang ada di Batubara dan di daerah Serdang (sekarang Deli Serdang). Beliau dikenal masyarakat dengan panggilan Lebai Deraman.

Ketika berdakwah di daerah Serdang, ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang gadis Serdang bernama Maimunah. Sewaktu berada di Serdang beliau mengatasnamakan alamatnya melalui kemenakannya mufti Ahmad Serdang. Dan waktu senggangnya diisinya dengan “berkhalwat” di seberang sungai Serdang (sekarang Sungai Ular).

Pada masa Abdurrahman berdakwah dan menghidupkan pengajian di Batubara dan Serdang. Sebagian besar muridnya saat itu adalah nelayan. Para muridnya ini melaporkan bahwa mereka sering diganggu oleh bajak laut yang bermukim di pulau jemur sehinga mereka tidak aman mencari nafkah di Selat Melaka.

Mendengar laporan muridnya, Abdurrahman dan seorang kerabatnya bernama HM Zein berangkat membasmi para bajak laut tersebut dari dari Pantai Cermin, Serdang Bedagai.

Tuan Syekh Silau Laut selain berguru kepada Tuan Baqi dari Langkat, Kedah, Kelantan, dan Fathani, Beliau juga menuntut ilmu ke Makkah selama tujuh tahun. Di Makkah berguru kepada Syekh Daud Fathani, seorang ulama Tareqat Syattariah.

Seusai menimba ilmu di Mekkah, Tuan Syekh Silau Laut kembali ke Sumatera dan mengembangkan Tareqat Syattariah di daerah Silau Laut hingga wafat pada 2 Jumadil Awal 1360 H atau 28 Februari 1941, dalam usia 125 tahun.

Tuan Syekh Silau Laut dimakamkan di Desa Silau Laut. Di dekat makamnya terdapat makam sang istri bernama Hj Maryam dan dua anaknya yaitu Syekh Muhammad Ali dan Haji Abdul Latief.

Semasa hidupnya beliau adalah tokoh yang tidak hanya dihormati anggota jamaah Syattariah, namun para bangsawan Serdang maupun Asahan memberi perlakuan khusus terhadapnya.

Wujud dari perhatian para penguasa Asahan dan Serdang itu antara lain berupa pembuatan jalan menuju Kompleks Tareqat Syattariah pimpinan Syekh Silau Laut. Awalnya adalah jalan setapak yang dirintis oleh Sultan Asahan yang kemudian diperlebar dan diperkeras atas bantuan Sultan Serdang.

Seorang pengagum Syekh Silau Laut yang berasal dari Kisaran, Sumatera Utara, Ahmad Fauzi, mengaku telah menyempatkan diri berziarah ke makam Syekh Silau Laut.

Dia bercerita bahwa Syekh Silau sangatlah berjasa dalam mmenyebarkan Islam di bumi Asahan maupun di beberapa negara di Asia. Kisah sejarah dan perjuangan beliau dalam berdakwah sangat banyak.

Tak tangguung-tanggung negara tetangga yaitu Thailand, Malaysia, dan negara lainnya sampai datang berziarah ke makam Syekh Silau Laut. Ini bertanda bahwa Syekh Silau Laut berpindah tempat dalam menebarkan dan mengajarkan Agama Islam.

Ustaz Abdul Somad juga mengapresiasi kisah perjalanan hidup ulama besar Asahan yang juga kakeknya tersebut. Ulama lulusan Mesir dan Maroko ini mengaku terharu saat membaca riwayat tersebut.

“Saya Abdul Somad bin Hj Rohana binti Siti Aminah binti Syekh Abdurrahman Silau (Syekh Silau Laut). Senang dan terharu membaca riwayat ini” demikian tulisnya menanggapi riwayat hidup kakeknya tersebut. [bdn]

Tuesday 26 December 2017

Agenda Safari Dakwah Nasional Jilid II

Agenda Safari Dakwah Nasional Jilid II

Maulana Syekh Assyarif Dr. Yusri Rusydi Assayyid Jabr Al-Hasani
(Mursyid Thariqah Yusriyyah Shiddiqiyah Syadziliyah, Kairo-Mesir)

• Minggu – Senin, 7-8 Januari 2018
Pendopo Gubernur NTB
Jl. Pejanggik No.12, Pejanggik, Kec. Mataram, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat
Agenda: Khataman dan ijazah Kitab Al-Arba'in An-Nawawiyah Karya Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi ad-Dimasyqi
CP: Ust. Fauzan Zakaria (+62 878-6555-0001)

• Senin, 8 Januari 2018
PP. Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan
Jl. Zainuddin Abdul Majid No.70, Pancor, Selong, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Agenda: Halaqah Ilmiyah
CP: Ust.Irzani (+62 817-369-516)

• Rabu, 10 Januari 2018
Darussunnah Internasional Institute for Hadits Sciences
Jl. SD Inpres No.11 Pisangan Barat Ciputat, Tangerang Selatan Banten
Agenda: Khataman dan Ijazah Kitab Bulugh al-Maram Karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
CP: Ust. Ibnu Sina (+62 812-9732-4895)
Kamis-Minggu,

• 11-14 Januari 2018
Zawiyah Arraudhah
Jl.Tebet Barat VIII No.50 Tebet Jakarta Selatan DKI Jakarta
Agenda: Khataman Risalah Assayyid Abdullah bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari ( Husnu al-Thalatthuf fi Bayani Wujubi Suluki at-Tashawwufi, Irsyad at-Thalib an-Najib ila ma fi al-Maulid an-Nabawi min al-Akadzibi, An-Nafhah al-Ilahiyyah fi as-Sholati ala Khoiri al-Bariyyati, Syarh as-Shalawat al-Yusriyah wa Asmaul Husna karya Maulana Syekh Yusri Rusydi Sayid Jabr al-Hasani)
CP: Sdri. Anisya Khairina (+62 877-8805-8845)

• Minggu-Senin, 14-15 Januari 2018
PP. Abu Manshur
Jl. Syekh Dzatul Kahfi No.66 Weru Lor, Weru Cirebon Jawa Barat
Agenda: Maulid Nabi & Khataman dan Ijazah Kitab Al-Arba'in An-Nawawiyah Karya Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi Ad-Dimasyqi
CP: Ust.H. Muhammad Alimuddin (+62 819-2990-0011), Ust. Rifai (+62 852-2102-2609)
Selasa-Rabu,

• 16-17 Januari 2018
PP. Amanatul Ummah
Jl. KH. Abdul Chalim No. 1 Kembang Belor, Pacet Mojokerto Jawa Timur
Agenda: Khataman dan Ijazah Kitab al-Arbain al-Ghumariyah Karya Assayyid Abdullah bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
CP: Ust. Thabrani Basya (+62 822-2652-5651)
Kamis-Minggu,

• 18-20 Januari 2018
PP. Progresif Bumi Shalawat
Jl. Kiai Dasuki No.1 Lebo, Surabaya Jawa Timur
Agenda: Workshop Tasawuf Internasional Kajian dan Ijazah Kitab al-Hikam al-Atho’iyah Karya Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari
CP: Ust. Amin (+62 813 3035-6545), Ust.Khusnan (+62 856 4535-5580)

Narahubung Nasional: Mabda Dzikara (WA: +201156028543)

Thursday 21 December 2017

KH Dr. Luqman Hakim

Bagi Author berkenalan dengan KH Dr. Luqman Hakim(berjas hitam) di tahun 1999 adalah sebuah anugerah yang tiada tara. Keilmuannya tentang tasawuf begitu dalam, dan dengan kesabaran yang dalam, authordiperkenalkan tentang tasawuf. Setahun setelah belajarAl-Hikam dengannya, Author diberikan kesempatan bersama-samanya mengantar edisi pertama majalah Sufi ke Guru Mursyid yang Kamil Mutakamil menempuh perjalanan hampir 1.000 km dari Jakarta.

Tulisan ringan beliau tentang hakekat dan syariat terasa lebih mudah buat menjelaskan kesalahpahaman selama ini tentang tasawuf, silahkan disimak...

Sebagian orang sering tumpang-tindih dalam memahami tasawuf dan tarekat (thariqah). Kadang, keduanya juga dianggap berdiri sendiri dan terpisah. KH Luqman Hakim yang dikenal sebagai pakar sekaligus pelaku thariqah membeberkan mengenai tasawuf, thariqah, mursyid, mu’tabaroh dan ghoiru mu’tabaroh, dan beberapa hal mengenai thariqah.

Berikut petikan wawancara Abdullah Alawi dari NU Online bersama KH Luqman Hakim beberapa waktu lalu dalam sebuah acara pertemuan para sufi dunia di Jakarta yang diselenggarakan oleh PBNU.

Bagimana kaitan antara tasawuf dan thariqah?

Orang yang bertasawuf tapi tidak bertarekat, itu nol. Orang bertoriqoh, tapi tak bertasawuf, juga nol.

Penjelasannya bagaimana?

Kalau orang bertasawuf saja, tapi tidak berthariqah, dia akan sulit mengamalkan ilmunya. Jadi, ibarat begini, untuk masuk ke dalam Masjidil Haram, lho pintunya kok banyak banget ini. Padahal dia kan butuh satu pintu saja untuk masuk. Nah, kalau dia ngawur, malah dia ingin manjat. Masjidil Haram masa dipanjat. Padahal udah ada pintunya. Atau begini, orang banyak sekali memiliki bumbu. Bumbunya sudah lengkap. Ini ilmunya sudah lengkap. Gimana ya, ngulek ini? Oh, dia butuh seorang pemandu. Kalau bikin sayur asem itu, ini bumbunya. Kalau sayur lodeh itu, ini bumbunya. Kalau dia ngawur, wah, saya punya bumbu lengkap. Saya bikin makanan yang lengkap juga. Semua bumbu diulek semua di situ. Begitu dimasak, rasanya jadi heran. Nggak kemakan. Banyak orang mabuk dia, sinting dia, nah, itu syetan masuk.

Tapi kalau sebaliknya, thariqah tanpa ilmu tasawuf itu bagaimana?

Artinya dia, ibaratnya, dia nggak tahu makanan itu beracun apa nggak. Dia nggak tahu porsi maknnya seberapa. Padahal kalau anda misalnya, mas ini satu meja ini berbagai makanan untuk anda. Kalau orang tidak punya tasawuf, ini milik saya semua. Makan semua kalau begitu. Keracunan dia. Padahal yang dibutuhkan satu piring. Ambil saja yang pas. Udah. Walaupun itu milik anda semua. Masak anda makan semua? Kalau nggak ada ilmunya, bisa-bisa begitu, kan.

Kalau sudah berthariqah, bukannya sudah berguru, dan kalau sudah berguru, bukannya secara otomatis sudah dibimbing?

Artinya, kalau gurunya, pasti sudah bertasawuf. Muridnya juga dibimbing bertasawuf. Diajarin ngaji, ini itu, itu sekaligus bertasawuf. Maksudnya begitu.

Di NU ada Jam’iyah Ahlu Thoriqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (Jatman). Nah, di Jatman terdiri dari berbagai thariqah. thariqahnya yang mu’tabaroh. Berarti kalau ada mu’tabaroh ada yang ghairu mu’tabaroh

Jadi, tarekat itu begini, mu’tabaroh dan ghair mu’tabaroh itu hanya soal silsilah, sanad. Ada yang disebut tidak mu’tabaroh karena ada toriqoh yang sanad tidak jelas sampai ke Rasulullah. Kalau silsilah sanadnya ‘an ini ‘an ini sampai Rasulullah, jelas betul, sohibul musnid ini bener-bener diakui, oh ya, ini memang benar dari Rasulullah. Misalnya orang bikin sanad sendiri, nggak jelas, nggak dikenal semua, ya nggak mu’tabar. Gitu aja. Seperti hadist sohih, daif, hasan dan seterusnya.

Yang berhak mengatakan mu'tabaroh dan ghair mu’tabaroh itu siapa?

Itu kesepakatan kaum sufi, seperti kesepakatan ahli hadis. Ahli hadist sendiri menentukan ini sahih, ini daif, itu kan bukan dari Kanjeng Nabi. Itu kan kesepakatan komunitas aja.

Setuju dengan adanya label ghair mu’tabaroh kepada kalangan sufi tertentu?

NU menolak memasukan sebagai toriqoh mu’tabaroh karena sanadnya ada yang tidak sampai Rasulullah. Jadi seperti itu. Banyak orang, oh saya mau bikin majlis zikir, itu bagus. Tetapi tidak disebut sebagai toriqoh, kan begitu aja. Jadi beginilah, di toriqah itu kan ada amaliyahnya. Amaliyahnya itu memang dari Rasulullah.

Diajarkan langsung?

Iya. Melalui zikir. Zikirnya begini. Rasulullah dulu mengajarkan kepada para sahabat itu ada yang satu per satu dipanggil. Ada yang lima orang dipanggil. Sepuluh orang dipanggil. Nah, dari masing-masing itu, mengajarkan pula kepada tabi’in ada yang satu per satu. Nah, ini kenapa sehingga toriqoh itu jadi banyak.

Tapi kenapa penamaan thariqah, misalnya pas zaman Syeikh Abdul Qodir, sementara dia lahir jauh masa Nabi?

Makanya penamaan itu pun tidak mutlak. Suatu ketika, sebenarnya alurnya ini sama dengan Syekh Abdul Qodir, tapi suatu ketika tokoh utamanya, misalnya Tijani, syekh Tijani. Padahal dia sebelumnya, adalah orang Qodiriyah. Itu contohnya. Jadi, ada yang alurnya nanti sanadnya ada yang melalui Abu Bakar, melalui Sayidina Anas, Sayidina Ali. Nah, ini sanadnya itu tadi, sayidina Umar, sayidina Utsman pun ada. Ada yang Uwais al-Qorony, ada. Nabi itu kenapa berbeda-beda ngajarin zikir karena masing-masing harus mengamalkan menurut format sakilah. Sakilah itu menurut kemampuan indiviidual, spiritual masing-masing yang berbeda-beda. Oh, ini yang pas zikirnya Allah saja. Yang ini La Ilaha Illallah. Ini solawatnya begini. Solawatnya kadang berbeda-beda

Berarti kalau  begitu, Nabi Muhammad itu sebagai, katakanlah seorang mursyid itu mengetahui watak para sahabat?

Lha iya. Dan seorang mursyid yang benar harus tahu si murid, calon murid ini bentuknya gelas, apa piring, apa coet. Oh, kalau piring, nasi isinya. Jangan coca cola. Kalau gelas ya, minuman, jangan diisi sambel.

Tapi ada yang harus dibacakan secara umum oleh murid-murid di seluruh thariqah?

Ya, kalau umum itu, kalau makan itu, ibarat nasinya. Nasinya sama, lauknya yang berbeda-beda. Seorang mursyid harus tahu.

Dan itu sudah ada dalam diri mursyid ya? Nggak bisa dipelajari?

Makanya di Al-Quran, surat Kahfi itu, disebutkan waman yudlil falan tazida lahu, waliyyam mursyida. Siapa yang hidupnya dholalah, tersesat, maka dalam hidupnya tidak akan menemukan waliyyan mursyida. Seorang wali yang mursyid. Syarat seorang mursyid harus wali. Banyak wali, tapi belum tentu mursyid. Banyak mursyid, belum tentu wali.

Bagaimana penjelasannya?

Kan banyak mursyid-mursyid itu. Belum tentu dia itu, memiliki kapasitas waliyyan mursyida.

Kalau begitu, tipikal mursyid itu bagaimana?

Mungkin dia masih punya mursyid lagi. Dia hanya diberi lisensi untuk ngajarin thariqah. Tapi posisinya ini bukan mursyid, sebenarnya. Tapi ada yang mengaku mursyid, begitu.

Kayak khalifah, begitu, ya?

Iya. Khalifah ya khalifah.

Kalau nggak salah, saya pernah mendengar tipikal mursyid yang kamil mukamil?

Kamil mukamil itu sama dengan waliyyam mursyida.

Ada kamil. Ada mukammil?

Kamil mukamil adalah mursyid yang sudah paripurna. Suduh wushul dia sendiri kepada Allah dan diberi opsional, yang memang dari Allah juga untuk membimbing seseorang supaya sampai juga kepada Allah, jiwanya. Sempurna dan juga bisa menyempurnakan orang lain mukammil lighairih.

Pak, kalau melihat sejarah, tasawuf dan kalangan tarekat pernah dituding sebagai penyebab kemunduran umat Islam? Bagaiamana ini, pak?

Itu akibat tekanan sosial, politik, ekonomi, macam-macam, lalu dia lari ke tarekat, dalam kondisi ekslusif. Ada lagi yang dia memang, dia memerankan betul bahwa thariqah itu sebenarnya Islam yang utuh. Jadi, begini, saya sering menggambarkan proses spiritualnya Nabi, di dalam Isra’ Mi’raj. Nabi, ketika mi’raj itu meninggalkan semuanya. Segala hal selain Allah ditinggalkan. Ketika begitu, kelihatannya ekslusif, nih. Begitu ketemu Allah, rupanya belum puncak. Oleh Allah, kamu sekarang dapat tugas, balik ke dunia. Orang sufi yang benar, dia kembali ke dunia. Iya, menjadi biasa lagi. Tidak tampilnya eksklusif. Ini belum selesai nih tasawufnya. Apalagi yang mazdub, wah… belum selesai. Proses.

Justru ketika Nabi ketemu Tuhan itu bukan puncak, ya?

Bukan. Puncaknya ya ketika kembali ke dunia. Tapi ke dunia bersama Allah sehingga rahmatan lil alamin.

Anggapan penyebab kemunduran umat Islam itu bagaimana?

Itu yang diamati sufi-sufi yang belum selesai tadi.

Kalau misalnya seseorang, saya misalnya, dengan cara yang entah, kemudian, tiba-tiba bisa ketemu seorang mursyid itu karena apa?

Ya macam-macam. Orang bertemu seorang mursyid itu karena macam-macam. Faktor itu nggak bisa kita duga. Bisa karena kita mencari, baru ketemu. Ada orang yang ngak sengaj, ketemu. Ada orang yang, begini, ibarat berjalan. Ada orang tiba-tiba ketemu di jalan. Ada yang bisa tiba-tiba-tabrakan di jalan. Lho, siapa ini? Mursyid ternyata.

Itu udah petunjuk Tuhan?

Ya.  Cara Allah saja. Tapi kalau orang yang sedang mencari mursyid, itu biasanya ditaqdirkan berthariqah. Tanda-tandanya begini. Kalau belum ketemu, itu soal lain. Suatu ketika akan berthariqah.

Bapak sendiri pengamal thariqah juga?

Ya ada. Sadziliyah, Qodiriyah, Naqsyabandiyah. Tiga.

Bisa mengikuti tiga thariqah berbarengan?

Asal mursyidnya satu. Ibarat kapal, ini ada kapal, sekoci-sekoci, tapi nakhodanya satu. Kalau oh ini ada kapal, kapal, nakhodanya sendiri-sendiri, nggak bisa. Naik sebelah mana? Atau satu nih, nakhodanya banyak. Bingung. Nggak bisa. Silakan kita belajar kepada ulama, kiai, macam-macam ilmu pengetahuan. Tapi soal toriqoh, mursyidnya harus satu.

Kenapa?

Kalau belajar itu kan ibarat membuat menu yang bagus. Ibarat mobil, bengkel sana yang bagus, bengkel sini yang bagus. Tapi tujuan mobil ini kemana, ini harus ada satu tujuan.

Bukannya tujuan setiap thariqah itu sama?  Menghadap Gusti Allah?

Semua sama. Ini berkaitan dengan mursyid itu harus satu. Hati kita itu menolak untuk terbelah, sebenarnya.

Mursyidnya siapa, Pak?

Syekh Solahudin Abdul Jalil Mustaqin dari Tulung Agung.

Ada tokoh sufi atau buku yang paling dikagumi?

Saya sangat mengagumi kitab al-Hikam.

Ibnu ‘Athoillah?

Ya.

Kenapa?

Karena Ibnu ‘Athoillah itu menyederhanakan wacana tasawuf yang universal sekali, disederhanakan beliau. Dari satu hikmah ke hikmah lain itu adalah urutan perjalanan psikografic para penempuh jalan Allah. Mengalami semua. Semua pengamal thariqah mana pun, mengalami seperti yang di al-Hikam itu. Ada lagi satu kitab, yang saya terjemah juga ke Indonesia, yaitu Risalatu Qusyairiyyah. Kitabnya al-Qusyairi itu kitab utama dalam dunia sufi. Ada lagi kitabnya Abu Thalib Al-Makki. Saya juga kagum sama tafsirnya Syekh Abdul Qodir Al-Jilani, yang enam jilid, yang baru ditemukan oleh cucunya itu. Kitab tafsir yang terbaik di dunia, sekarang ini, karena memadukan syariat dan tasawuf.

Apa nama tafsirnya, Pak?

Tafsir al-Jilani.

Kok bisa baru ditemukan, Pak?

Ditemukan oleh cucunya selama 30 tahun riset beliau dari berbagai perpustakaan di dunia, dan terbagus, terlengkap di Vatican.

Berceceran begitu, ya?

Iya.

Di Sunda, Manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani dinamakan Layang Syekh. Itu sudah menyunda sekali. Orang sudah nggak paham, bahwa dulunya ini kegiatan orang thariqah. Itu bagaimana?

Itu nggak apa-apa. Ibaratnya begini, kalau toriqoh itu sebuah pohon, Qodiriyah, pohon ini, berbuah. Dia hanya memetik salah satu buahnya saja. Tapi tidak bisa diklaim ini adalah sebuah pohon, daun, bunga, dan buah. Salah satu buah saja.

Kalau yang semuanya, ya masuk thariqah itu?

Iya. Kita berharap sebanrnya, pelajaran tasawuf harus mulai masuk kurikulumnya mulai TK  sampai perguruan tinggi Islam.

Pendidikan Akhlak, Akidah Akhlak yang ada sekarang itu nggak cukup?

Nggak cukup. Jadi, karena begini, kalau kita lihat buku agama, itu isinya, iman, islam dan taqwa. Ihsannya itu hilang kemana. Hanya saja bagaimana dirumuskan, tasawuf untuk anak TK itu bagaimana. Sebenarnya yang mengajari akhlak juga sebanrnya buah dari tasawuf juga. Tapi harus lebih diperdalam. Misalnya zikir apa yang bisa membimbing anak-anak itu terus-menerus dengan Allah. Kalau saya begini, ngajarin tasawuf itu dari bayi. Contohnya, biasanya ibu-ibu, kalau punya anak, selalu mengajari anak-anak dengan ucapan bayi pertama kali; papa, mama, ibu, bapak, kalau saya nggak. Kalimat yang diajarkan pertama adalah Allah. Entah kedengarannyaawoh, awoh, awoh. Allah.

Di pelajaran, ada iman, ada Islam, dan ihsannya nggak ada. Apakah itu dimungkinkan karena tasawuf itu tidak terukur? Atau memang bagaimana?

Karena memang belum tersistematisir. Seperti ketika dalam munculnya ilmu tasawuf itu muncul baru di abad ketiga hijriyah. Kenapa tidak muncul di zaman sahabat? Karena, kata NABI, sebaik-baik abadku, khoiru quruni, qorni, tsuma qorni, tsuma qorni, tiga abad. Tiga abad ini, umat Islam masih utuh. Setelah itu, nggak karuan akhlaknya. Inilah, para sufi bergerak untuk mensistematisir, menulis buku tasawuf, ini, dan seterusnya. Dulu kenapa nggak ditulis, nggak kayak fiqih? Lha, orang kepribadiannya masih bagus semua, masih utuh.


dikutip dari: http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,5-id,38418-lang,id-c,halaqoh-t,Tasawuf+Tanpa+Thariqah+sama+dengan+Nol-.phpx

Sunday 17 December 2017

Tasawuf Melahirkan Karya dan Manusia Hebat

Hady Ismanto:
Pernah dengar roket al-Qassam milik pejuang hamas?
Nama itu diambil dari pejuang Palestina Syaikh Izzuddin al-Qassam, mursyid Thariqah Syadziliyah.

Pernah baca atau nonton Lion of The Desert? Itu kisah asy-Syahid Syaikh Umar al-Mukhtar di Libya. Pejuang rakyat Libya ini ditakuti penjajah eropa sehingga beliau ditangkap dan menemui kesyahidan di tiang gantungan. Beliau syaikh dalam barisan Thariqah Sanusiyyah.

Pernah membaca bagaimana kehebatan Sulthan Muhammad al-Fatih bersama pasukannya menaklukkan konstantinopel? Sulthan Muhammad II adalah pengikut Thareqah Naqsyabandiyah, dibawah bimbingan Syaikh Aq Syamsuddin al-Naqsyabandi, seorang mursyid thariqah. Rasulullah telah mengabarkan bahwa pemimpin dan pasukan terbaik adalah mereka. Anggota pasukan Sulthan berasal dari kesatuan tarekat2 yang berkembang waktu itu.

Kagum dengan keberanian Shalahuddin al-Ayyubi pahlawan perang salib? Beliau adalah orang yang bertasawuf. Sebelumnya ada Sulthan Nuruddin Mahmud Zankiy yang juga pengikut dan pencinta Tasawuf.

Pernah dengar keberanian pasukan muslim pegunungan Kaukasus melawan gempuran tentara Tsar Rusia? Imam Syamil al-Daghestani adalah pemimpin utama muslim dalam perlawanan tersebut. Beliau yang merupakan mursyid Thariqah Naqsyabandiyah bersama murid2 tarekatnya super merepotkan tentara rusia dalam menduduki wilayah kaukasus.

Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro adalah perang paling melelahkan bagi penjajah Belanda di nusantara. Pangeran Diponegoro atau Pangeran Goa Selarong yang bersorban itu adalah mursyid Thariqah Qodiriyah.

Syaikh Yusuf al-Makassari diasingkan oleh belanda ke Srilanka karena kegigihannya melawan penjajah. Terakhir dibuang ke Afrika Selatan pun masih berjuang melawan penjajahan. Indonesia dan Afrika Selatan menganugerahkan gelar pahlawan kepada beliau. Jangan lupa bahwa beliau ulama Tarekat.

Di Somalia ada Syaikh Muhammad Abdullah Hasan, atau penjajah eropa menyebutnya "Mad Mullah". Pasang surut perjuangannya tidak akan dilupakan rakyat Somalia. Beliau adalah penganut Thariqah Shalahiyyah.

Di al-Jazair ada Syaikh Abdul Qadir al-Jazairiy, ulama Thariqah Qodiriyah dan pemimpin perjuangan rakyat al-Jazair melawan penjajah.

Dibanyak tempat dan daerah pada masa penjajahan, para penjajah selalu berhadapan dengan Syaikh, Mursyid, Guru dan ulama tarekat beserta murid-muridnya.

Pahamkah Anda kenapa begitu massifnya propaganda bahwa tasawuf itu sesat?  Bahwa orang tarekat kerjanya hanya dzikir dan ibadah saja? Bahwa ngaji tarekat itu hanya orang-orang tertentu saja yang sudah tua? Karena musuh Islam takut melawan orang tarekat. Pengalaman sudah mengajarkan mereka bahwa garda terdepan perlawanan ummat Islam terhadap penjajahan adalah lebih banyak dilakoni oleh kaum tarekat. Jadi salah satu inti kekuatan Islam harus dipadamkan dulu. Tidak bisa dari luar maka dari dalam digerogoti dengan tuduhan miring terhadap tasawuf dan thariqah.

Laku tasawuf memang tak jauh dari berdzikir,  berurai air mata di malam hari, menuntaskan wirid dan hizb yang diijazahkan guru. Tak perlu dibicarakan dan diberitakan berapa ribu kalimah Laa ilaha illallah, istighfar, ya Rahman, ya Rahim, ya Qawwiy, ya 'Aziiz yang diamanahkan oleh mursyid untuk dibaca di malam2 hari.

Ingat!! Mereka para kaum tarekat itu sedang mengasah senjata di malam hari! Kalau saja ada musuh datang menghadang entah dari mana datangnya nanti, murid-murid insya Allah sudah mafhum cara menebaskan pedangnya.

Ya Allah, jadikanlah kecintaan kepada guru-guru kami,  mursyid-mursyid kami, kecintaan terhadap ilmu tasawuf dan tarekat,  menjadi penanda cinta kami padaMu dan pada rasulMu. Ammiin.. Alfaatihah..