Monday, 12 February 2018

Asia Tengah, Pusat Peradaban Islam dan Sufi

Islam, pelan tapi pasti, berkembang secara merdeka di Asia Tengah. Meskipun kelak ketika Uni Soviet menjajah Asia Tengah ada cukup banyak kendala bagi kaum Muslim, tetapi itu tidak menghalangi perkembangan kebudayaan Islam di kawasan ini. Menariknya, keislaman yang berkembang di kawasan ini bukan jenis keislaman ortodoks dan puritan yang anti-tradisi dan kebudayaan lokal, melainkan jenis dan praktik keislaman yang menghargai dan mengadopsi aneka ragam tradisi dan budaya lokal, persis seperti yang dulu berkembang di Jawa dan berbagai daerah lain di Indonesia. Maka, jadilah corak keislaman di Asia Tengah itu semacam “Islam heterodoks” atau “folk Islam” dalam istilah antropologi.

Salah satu ciri menonjol dari “folk Islam”  adalah perkembangan tasawuf atau Sufisme. Asia Tengah menjadi salah satu kawasan tertua mengenai tradisi Sufisme atau mistisisme dan tarekat (ordo Sufi). Yasawiyyah atau Yeseviye merupakan salah satu ordo Sufi tertua yang diciptakan oleh Khawaja Ahmad Yasawi (Ahmed Yesevi, w. 1166) dan berkembang bukan hanya di Asia Tengah saja tapi juga di kawasan Islam lain.

Selain guru tarekat, Ahmad Yasawi juga sarjana fiqih Mazhab Hanafi sebagaimana gurunya, Abu Yaqub Yusuf Hamdani (w. 1141), seorang mursyid tarekat Naqsabandiyah di Asia Tengah. Sufisme dan Mazhab Hanafi memang menjadi ciri menonjol keislaman di Asia Tengah, selain Shamanisme.

Dari aspek politik-ekonomi, negara-negara di Asia Tengah mengikuti sistem politik pemerintahan sekuler-republik serta prinsip-prinsip pasar bebas kapitalisme. Ideologi Islamisme yang mengusung “Negara Islam”,khilafah, dan sejenisnya tidak laku di sini. Sejumlah kelompok Islam radikal dan pengusung ideologi Islamisme seperti Ikhwanul Muslimin, Al-Qaidah, atau Hizbut Tahrir tidak mendapatkan tempat di Asia Tengah.

Sejak merdeka dan pisah dari Uni Soviet di awal 1990-an, negara-negara di Asia Tengah mencitrakan diri sebagai kawasan Islam moderat dan modern yang anti-radikalisme, fanatisisme, dan konservatisme. Hasilnya cukup menggembirakan. Tidak seperti negara-negara di kawasan Timur Tengah yang selalu ramai dengan kekerasan, terorisme dan peperangan, kawasan Asia Tengah relatif aman, stabil, dan terhindar dari kekacauan sosial.

Tanah Lahirnya Para Ilmuwan Muslim

Hal lain yang menjadikan Asia Tengah penting dalam sejarah peradaban Islam adalah kawasan ini telah melahirkan banyak teolog, filusuf, sarjana, dan ilmuwan Muslim ternama yang karya-karya agung mereka masih dikenang hingga kini dan menjadi rujukan di timur dan barat.

Di antara mereka adalah (1) Muhammad bin Musa al-Khwarizmi (w. 850; ahli matematika, astronomi dan geografi), (2) Abu Rayhan al-Biruni (w. 1048; seorang sarjana polymath yang menguasai berbagai disiplin: matematika, fisika, astronomi, ilmu alam, sejarah, bahasa, dan sebagainya. Oleh Profesor Akbar Ahmed, al-Biruni juga dianggap sebagai antropolog pertama, karena melalui karyanya, Kitab al-Hind, ia menggunakan metode etnografi untuk mengkaji struktur masyarakat, sistem agama, dan kebudayaan masyarakat India), (3) Farabi (seorang filsuf, ahli hukum dan ilmuwan politik), (4) Ibnu Sina (seorang dokter dan ilmuwan ternama yang karyanya mampu mempengaruhi kelahiran ilmu-ilmu medis di Timur Tengah, Eropa, dan India).

Juga tidak kalah penting adalah Imam Ghazali (w. 1111), seorang penulis prolifik dan sarjana kenamaan, teolog, ahli hukum, dan mistikus legendaris. Setidaknya dua ahli hadis ternama yang buku-bukunya menjadi rujukan umat Islam juga berasal dari Asia Tengah, yaitu Imam Bukhari (kelahiran Bukhara, Uzbekistan) dan Imam Nasai (kelahiran Nasa, Turkmenistan). Ahli astronomi ternama, Abu Mahmud Khojandi, juga berasal dari Asia Tengah, tepatnya Khujand, Tajikistan. Dan masih banyak lagi.

No comments:

Post a Comment