Monday 6 November 2017

TAREKAT MAULAWIYAH

TAREKAT MAULAWIYAH

WEDNESDAY, MARCH 16, 2016LABELS: 


Latar Belakang
data:image/jpeg;base64,/9j/4AAQSkZJRgABAQAAAQABAAD/2wCEAAkGBwgHBgkIBwgKCgkLDRYPDQwMDRsUFRAWIB0iIiAdHx8kKDQsJCYxJx8fLT0tMTU3Ojo6Iys/RD84QzQ5OjcBCgoKDQwNGg8PGjclHyU3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3Nzc3N//AABEIAGEASAMBIgACEQEDEQH/xAAcAAABBAMBAAAAAAAAAAAAAAAGAAMEBQECBwj/xAA4EAACAQMCAwQIBAUFAAAAAAABAgMABBEFIRIxUQZBYXETFCIygZGx8COhwdEzNELh8QdSU2KS/8QAGQEAAgMBAAAAAAAAAAAAAAAABAUBAgMA/8QAIhEAAwACAgICAwEAAAAAAAAAAAECAxESIQQxIkEFUWET/9oADAMBAAIRAxEAPwDlxJZjT6gnnitgiq2wpwYpskDtmBjuFb4GwrIUcycU/FbM0kQkVkRzsxHMdR1rqalbZC23pG1lYtdMCziOL/kIzk+A76tINBRn4WLkdzcgfKnrXEjcCgejHs4xsABjFXVviJevsgsrcx5/nSHyPPyt/F6Q0xeLCXfYOavoRtrUXlmzPb8XDIpOTEfPvFVHBw9/nXS9P4WhmhWBSrx8LcbEqFOc+HSgDUIBbXk9uueGKRlGeeM7UX+P8usycX7QN5WFY3teiFhhsN6VOEDB60qYNApCxvipVjazXk6QQRl5XOFAphFyxycUf9mYLCG1QWE6zzy7TygEcA29kZ3A+vPwqM2X/OdkxHJmINJtNCshM+JrrH8bGd+iA8gCR7XM52xtV9omjWoJnvU45LuPhcSE4DZYFc8+RXfqPhVTckXupWyGN2R5gEWPGeBQcEZ8Rn4UR3CPfSiP1UZJHFJ6wUU56gZwd+W9Kqqq9sKSU+gV1LSjol46HjaHGI2bGRnuYdfyPdUd7qI5BwckZ257g0fS9moJrQw6ldymM8uN918idxvWLHsXotuySRC5kdTs0kv9h16ULeBN7TCIzaWmDWnzJupXkQHB5Z7/ANaBtVuRdajdzpnEkrEeWdq7rY9ntNslHoLYE5zlmLHPmfjXGe16xDtRqojQKounwB5/Zoz8bh4XTYP5WTmkUvzpVt/SdhSptsEIZDI5Vhgg4I6UZ9ntXWbTWhnkhjmt4ikSr7LODtxY5EgZoRuv5uc8vxG+tb2kcryKIELPz2GcVTLjWSdMtDcvYWajO9rfWfCzKI4guVA5kDr5/nV4nbGwsIAkfpXlO3Fbjl5M3Lxbcnw2xQxJFfWd3b3+TesnCr4HDGO4j5VK7PtDZovDGkbJEWlmC5YsOe/Qk7Dlt47qraXQVHyLO2/1Bt45OI6bHGp/reUyOfif3on0XtXaapMsSXccUrco5IuEk9AwYqT4ZzQNcC7uLoXDSB2Yli68OMgZx7Qxv8PMVKknivdPi9etLfjkuDGs6H0PCoxh2Y56gY6kYxWHNv0bvCkjp97cLaWU95cyuIYImkkVUGcAZPWvP2r3p1HUbm8YBTPKz8OeQJ2FGN7234+xtxpzTenupfwI5SSeOI5DMT1GCPiDQAWzypp4U/HmA5unoyCPvvpU3nfGdqVFMzSLG2071i6lknyEMrYXO53NElrBDCPRQqqhfe+/jVdGjtcysRkcbHHx/tVjBHhcE7sfv60ry5Kt9s0S0S/QpJE8w9l4iOXiN/1qN2ZszdT6pCZSiFVXn132/wDC1vI5j9Zxk7gY8cD9zS7LyCPXNTidC6i3DELz2IG3j7VUl9MvPTTRZaRJqK2EthaWQmlRyHldgsca+JPf0qVFbGKwVzBIY1t5+GZJVZHJODgg7nYfKinS9Ojk0yK0YAwSzOZM82AOw/IfKoXa2NNL0eaG3HDHLIoRVAAUY3+g+dYTCbCqzPRxnUtLl0z0aEcVs20UijY9+D0NQu7aj2RY54ZbW4Xjhfcjp0IoJvLdrW5lgY+42M9eh+VOcGXktP2hfS+yNSrOCN6VaslBahImlz/vbHzqbZhpp0Tptn7+FVnEwnlHP8Rvqf2qRc3UtlpoEBC3N03o0JPujvb4Ck1fo0RvaXHpZ7m6APommYx5HvBdg3kT9DTvY8FdXk1CVZGiYNF7A9rcY4vhgVX2MQmlS0SQLCmFllfkB/juoyu1SwtYrS0ABEXskLvk/kO8/wCapd8el9muPHyewmi1fTzGBZTwyqNygfcDPTpQh251ma4eFUjb0ULcTEcnGO7rjnVTPb29tKU9VYzRRqxnK+y+/u5+P1q+vWtp9OEYABbdTnAjwBnbzA+dSrUUto0vE9dFBHMsyI8ZBIHDt3qeR+lUnaW2JKXaju4JMfkf0+VTGilsJyqKSmcsmc48R1HLapnpYLmHfDoykMvgf80ZFcKVID0BXIZpU7dwmC5khzkIxAPUdxpUdvZwQKpN1IDt+IxPzqvvruS6v+GAcUmDFB0UDm330FXU89jbJNNLPHGAGPtKSc5/t3YpjRtHjk02bVbi5WEH2jjGEXOAuw5+WPzpO7U9s2idsINP0e3s+zuWdWlZuJ358ONySfAZp62ufWGLlsiMkAHuH2KEJO00s7LFbzxizjBAiGScd5Ygd/SntN1u1SPjMygHAxxDPCP1/esONLth0cUEt4bh5JOIReqBAQcnj4wfljANarcvZvFcxAHnxKeR+/0odl1SyN9JIsoW5mjVOAvzTPPHLuqZPqMLcMSSKxG+Qas5ZZNPYRyW8GradIIPRRyDdSFAZT3Aft4GhLU4Z9MZGmVQzHJdT7LHoehqPJq8A1FhBdqqIoTKtjiO+frir221fRtStl02cp6R84IGMH4jzq8VWNfwFyYk30D15apfQPNB/FVONf8Auo5jzFZpXUE2hagkcjD0JfijbuI78fA0qMjPpAzk7XLybzp4fyzffSlSoey8kYe4fOnF9ylSqSRs8viaXdSpVxKHY/dPnWJP4i+dKlUMn6Hbjknl+lKlSq0ejNn/2Q==
Tasawuf sebagai bagian dari kemulitan dimensi keagamaan senantiasa berkembang, meski pun kesannya sangat lamban namun langkahnya cukup pasti dan mengakar. Awal-awal proses internalisasinya hanya terbatas pada praktek-praktek ritual individual, tapi seiring dengan arus komunikasi dan interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya, konstuksi ritual-ritual individual itu kemudian disepakati oleh yang lainnya sehingga mulailah terbentuk kelompok.
Tuntutan fitrah kemanusiaan akan kesempurnaan dan pemahaman mendalam terkait dengan rahasia-rahasia kehidupan, maka kelompok ini kemudian melakukan pengorganisiran dengan cara membentuk suatu aliran/corak pemikiran dan ritual sebagai media untuk melakukan penguatan serta pendalaman ajaran-ajaran kepada para simpatisannya, hal ini dimaksudkan untuk memberi andil dalam menjawab kebututuhan asasi manusia itu sendiri.
Menguatnya kelompok-kelompok tasawuf ini telah turut memberikan konstribusi dalam perkembangan agama, dan bahkan secara konsisten para aktornya terus tampil kepermukaan untuk mengintrenalisasikan ajaran-ajaran kesadaran akan nilai dan hakikat kehidupan. Jalauddin Rumi misalnya, hingga kini namanya dan ajarannya terus dikenang, bahkan ia diasumsikan sebagai figur manusia universal.[1]
Ia bagai gerbang raksasa bagi kemnausiaan, ribuan orang yang tersentuh dengan ajaran-ajaran dan karya-karyanya yang dipublikasikan lewat aliran tasawuf Maulawiyahnya. Ia diibaratkan sebagai obat yang mampu menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh kegamangan intelektual serta keresahan kemanusiaan.
Melalui pendekatan spiritual yang bercorak artistik dan kreatif, tarekat ini menyapa kebimbangan manusia dalam kesadaran akan ketidak menentuannya dalam menjalani kehidupan. Wajar jika aliran tasawuf ini banyak diapresiasi dari generasi ke genarasi, bukan hanya di Barat melainkan Timur pun mulai melirik dan mendalami alur paradigma dan spiritulitas yang diembannya.
Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaiaman sejarah Terbentuknya Tarekat Maulawiyah?
2.      Bagaimana Pemahaman yang diusung oleh Tarekat Maulawiyah?
3.      Seperti apa ciri-ciri yang dimiliki tarekat Maulawiyah?
4.      Apa karya-karya yang lahir dari tarekat ini?
5.      Bagaimana perkembangannya hingga saat ini?

Sejarah Terbentuknya Tarekat Maulawiyah 
Tarekat (thariqah) secara harfiyah berarti jalan kecil, dan jika makna ini ditarik masuk kedalam pemahaman yang lebih dalam, maka ia memiliki dua pengertian yang berbeda namun tetap saling terkait. Yang pertama, tarekat dimengerti sebagai perjalanan spiritual menuju Tuhan. Yang kedua, tarekat dipahami sebagai “persaudaraan“ atau ordo spiritual yang biasanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh seorang guru (mursyid), dan para khalifahnya.
Penamaan tarekat maulawiyah merupakan turunan dari kata maulana yang berarti guru kami atau dalam istilah lain our master, yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada sorang sufi penyair Persia terbesar Muhammad Jalal al-Din Rumi yang wafat pada tahun 1273.[2]Dari sini jelas terpahami bahwa tarekat ini didirikan oleh Rumi yang meninggal di Anatolia Turki. Khas dari aliran tarekat ini ialah tarian mistik dengan cara keadaan tidak sadar (fana’), agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak berharap pada kepentingan diri sendiri, serta berpengarangai degan gaya hidup yang sangat sederhana.[3]
Maulana Rumi merupakan sapaan akrab bagi Jalal Al-Din Muhammad, lahir di Kota Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Rabi’ul Awal, tepatnya 30 September 1207, dari sisi ayahnya ia merupakan keturunan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, sedangkan dari pihak ibunya mata rantai kekeluargaannya tersambung dengan Ali bin Abi Tholib.
Keluarga Rumi merupakan keluarga terpandang, satu bukti ialah ayahnya Baha'al-Din Walad diangkat jadi pembimbing spiritual oleh Sulat Konya, bahkan Sultan tersebut juga memberinya gelar kerhormatan "Sultan al-Ulama (rajanya para ulama)". Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil posisi ayahnya sebagai penasehat para ulama Konya serta pembimbing bagi murid-murid ayahnya, kurang lebih satu tahun dari kematian ayahnya, atas anjuran gurunya Burhan al-Din Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo dan mengunjungi beberapa madrasah yang dibangun oleh al- Malik al-Zhahir. Dari sini Ia pindah ke Damaskus dan mempunyai kesempatan emas untuk bercakap dengan tokoh-tokoh besar, seperti Muhy al-Din bin 'Arabi, Sa'ad al-Din Al-Hamawi, Utsman Al-Rumi, Awhad al-Din bin Arabi, dan Shadr al-Din al-Qunyawi. Pada tahun 1236 Rumi kembali ke Konya dan menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dan memberikan bimbingan spiritual sampai gurunya meninggal dunia pada tahun 1241.[4]
 Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan menempati posisi yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin. Tiba-tiba pada tahun 1244 seorang Darwisy misterius, Syams al-Din Tabrizi datang ke Konya dan menjumpai Rumi. Perjumpaan ini telah mengubah Rumi dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Karena kuatnya pesona kepribadian Syams, Rumi lebih memilih meninggalkan kegiatannya sebagai guru dan da'i profesional untuk mengabdikan diri kepada Syams yang kini menjadi guru spiritualnya, dan mereka tidak pernah berpisah dalam beberapa waktu untuk memperkuat ikatannya. Tetapi keadaan ini membuat murid-murid Rumi marah dan cemburu karena tidak mendapat bimbingan spiritual akibatnya mereka menyerang Syams dengan kekerasan dan ancaman, sehingga ia meninggalkan Rumi menuju Damaskus.
Perpisahan ini dirasa menyakitkan oleh Rumi dan menghunjam perasaannya begitu mendalam, karena itu ia mengutus anaknya sultan Walad untuk memohon Syams agar kembali ke Konya. Rumi bahagia bisa jumpa lagi dengan sang guru, akibatnya apa yang telah terjadi terulang kembali. Tentunya murid-murid Rumi menjadi lebih marah dan terus menaruh kebencian pada Syams dengan lebih hebat dari sebelumnya. Situasi ini mendorong Syams untuk mencari perlindungan ke Damaskus.
Sebagai tanda cintanya kepada Tabrizi, Rumi menulis kumpulan puisi yang kemudian dikenal dengan Divan-e Shams-e Tabrizi.[5]
Kenapa aku harus mencari?
Aku sama dengannya
Jiwanya berbicara kepadaku
Yang kucari adalah diriku sendiri!
Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain. Sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah, wirid, atau menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan Tuhan (wihdatul wujud) yang berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Baghdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang tidak dipilih Rumi.
Sebagai seorang seniman, Rumi memiliki cara sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem (membangun pertentangan dengan syariat). Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir-dzikirnya, cara ini kemudian dikenal dengan sema’ yang berarti mendengar.[6]
Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15 tahun setelah itu kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit. Akhirnya pada hari minggu tanggal 16 Desember 1273  Mawlana Rumi menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi meninggal dan dikubur dalam Kubah Hijau (Qubat-ul-Azra’) yang bertuliskan“Saat kami meninggal, jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.”Namun ritual sema’ itu tak ikut mati. Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled Celebi, melembagakan ajaran itu dalam tarekat bernama Mawlawiyah atau Mevleviye. Mungkin ini pulah yang menjadi penyebab bagi Annemarie Shimmel menyimpulkan bahwa kita dapat dengan aman mengatakan  bahwa tidak ada penyair dan mistik Islam lainnya yang dikenal demikian baik di Barat kecuali Rumi.[7]
Pemahaman Tarekat Maulawiyah 
Ajaran-ajaran Rumi, pada dasarnya dapat dirangkum dalam triologi metafisik, yaitu  Tuhan, Alam dan Manusia.[8]
1.      Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan
Gagasan Rumi terkait dengan persoalan ke-Tuhan-an terinspirasi dari pernyataan Al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”.[9] Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi, berarti bahwa Ia adalah sumber yang dari-Nya segala sesuatu berasal. Tuhan sebagai “Yang Akhir” diartikan sebagai tempat kembali segala yang ada di dunia ini. Hal yang menarik dari Dia ialah pandangannya tentang Tuhan itu sebagai keindahan sehingga menjadi tujuan dari semua jiwa yang mencinta.[10]
Tuhan sebagai “Yang Lahir”, bagi Rumi  dunia yang lahir adalah fenomena yang dibaliknya terselip pesan akan realitas sejati, artinya bahwa dunia yang lahir merupakan petunjuk bagi adanya yang batin karena keduanya adalah dua hal yang saling terkait, maka dari itu Ia mempertegas bahwa tidak mungkin ada yang lahir tanpa ada yang batin, dan yang lahir merupakan jalan menuju realitas yang tersembunyi di dalamnya.
Dengan demikian, Tuhan sebagai “Yang Batin”, adalah realitas yang lebih mendasar, sekalipun untuk dapat memahaminya dibutuhkan mata lain yang lebih peka/tajam. Jadi tidak semua orang dapat melihat kecantikan Tuhan yang tersembunyi di balik fenomena alam. Kebanyakan kita adalah pemerhati fenomena dan karena itu tidak bisa melihat keindahan batin yang tersembunyi di balik fenomena lahiriah alam.
2.      Konsep Rumi tentang alam semesta
Menurut Rumi bahwa motif penciptaan alam oleh Tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendorong Tuhan mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas, sebagai napas Rahmani, kepada seluruh partikel alam lalu menghidupkannya.[11] Alam bukanlah benda mati, melainkan ia hidup dan berkembang, bahkan juga memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai dan dicintai, berkat sentuhan cinta Tuhan, ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh energi kearah Tuhan sebagai yang Maha baik dan SempurnahDalam salah satu syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan bumi seperti sepasang suami-istri.[12]
3.      Konsep Rumi tentang manusia
Rumi memandang manusia sebagai tujuan penciptaan alam, sehingga itu pula yang menjadi penyebab kenapa kemudian manusia memiliki posisi yang sangat istimewa kaitannya dengan alam maupun dengan Tuhan. Kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai wakil-Nya di muka bumi.
Hal lain yang menarik dari Rumi kaitannya dengan manusia adalah sifat kebebasan memilih yang merupakan prasayarat bagi perkembangan dan aktualitas diri manusia itu sendiri.[13]Menurutnya bahwa manusia lahir tidak dalam keadaan sempurna, tapi ia dibekali dengan sejuta potensi dan untuk mengaktualkan hal tersebut manusia membutuhkan kebebasan dalam memilih. Dengan kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya sebagai insan kamil.Tapi dengan kebebasan ini pula, manusia memiliki resiko yang besar untuk mejadi makhluk terendah, yaitu ketika dia menuruti hawa nafsunya.[14]
Selain itu, Manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau dengan kata lain mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang digunakan untuk tujuan itu. Ada pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal, dan pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).
Ciri Utama Tarekat Maulawiah 
Kekhususan tarekat ini adalah dakwah yang dikemas dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para Darwisy yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara’) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap upacara-upacara (ritual mereka).
Sama’ dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi.
Tahapan-tahapan dalam sama’ terdiri dari dua bagian. Pertama, terdiri dari Naat(sebuah puisi yang memuji Nabi Muhammad), improvisasi ney (seruling) atau taksim dan “Lingkaran Sultan Walad”. Kedua, terdiri dari empat salam, musik instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci al-Quran dan doa.[15]
1.      Bagian Pertama
  1. Naat, semacam musik religius. Naat dalam musik mawlawi disusun oleh Buhuriz Musthafa' Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi Rumi.
  2. Taksimadalah sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat kreatif dari upacara Mawlawi.
  3. Lingkaran Sultan Walad, ini disumbangkan kepada upacara oleh putra sulung mawlana, sultan Walad. Selama putaran ini para darwisy yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan pos (lokasi tempat pemimpin tekke atau pemimpin upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan "rahasia" dari yang satu kepada yang lain.
2.      Bagian kedua (empat salam), yaitu :
  1. Salam pertama, melodi panjang, irama yang digunakan biasanya disebut putaran berjalan(Devri Revan), bitnya adalah 14/8.
  2. Salam keduan, pola irama dari salam ini disebut Evfer dan terdiri dari 9/8 bit.
  3. Salam ketiga, dibagi kedalam dua bagian yang meliputi melodi dan irama. Bagian pertama disebut putaran (the cycle) bitnya 28/4 bagian kedua disebut yourk semai dan bitnya 6/8.
  4. Salam keempat, pola irama ini juga efver (9/8), yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan elastasi sehingga sang darwisy bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam dihubungkan melalui nyanyian, pada bagian pertama dan kedua seleksi diambil dari Divan-Syams atau mastnawi, pada bagian ketiga puisi mawlawi lain dinyanyikan.
Terkait dengan musik instrumental setelah berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai “yuruk semai” kedua dalam pola 6/8 sekaligus akhir dari upacara. Dan setelah seleksi instrumental ini terdapat lagi taksim seruling, yang juga kadang dimainkan melalui alat musik petik (senar).
Setelah tahapan musik selesai, seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat Alquran. Sama’ terus berlangsung sampai bacaan Alquran dimulai. Ketika hafizh memulai bacaan Alqurannya maka para penari berhenti dan mundur ke pinggir lalu duduk. Setelah selesai, pimpinan sama’ berdiri dan mulai  berdo’a di depan syaikh, dan doa ini biasanya ditujukan untuk kesehatan dan hidup sang Sultan atau para penguasa negara.
Karya-Karya Tarekat Maulawiah 
Ada beberapa karya-karya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan popularitas Tarekat Maulawiyah, baik itu yang ditulis oleh Rumi maupun para pengikutnya. Berikut adalah bagian dari yang dimaksudkan :
1.      Matsnawi al-Ma’nawi, atau Matsnawi Jalal al-Din Rumi sekaligus merupakan karya utama Rumi. Kitab ini berisi syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak dan terbagi ke dalam enam kitab. Karya monumnetal ini menyajikan ajaran-ajaran mistik Rumi dengan indah dan kreatif melalui anekdot, hadits-hadits nabi, dongeng-dongeng serta kutipan-kutipan dari Alquran.
2.      Rumi juga menulis Ghazal (puisi cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz(Ode mistik Syams Tabriz). Karya memukau ini dipersembahkan kepada guru tercintanya Syams al-Din Tabriz, dan ditulis untuk mengenangnya. Dalam karya ini Rumi mengekspresikan penghormatannya kepada Syams, yang namanya sering dikutip diakhir setiap bait. Karya ini berisi 2500 ode mistik. Menurut Nasr karya ini mencakup juga beberapa syair yang paling indah dan kaya dalam bahasa Persia, yang membicarakan fungsi pembimbing spiritual dan hubungan antara guru dan murid.
3.      Fihi Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “Percakapan Rumi”. Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis oleh putra sulungnya yang bernama Sultan Walad.
4.      Ruba’iyat, berisi 1600 kuatern orisinal dan al-Maktubat, berisikan 145 surat yang ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan di Konya.
5.      Manaqib al-‘Arifin (legends of sufis), yang dikarang oleh seorang murid cucu Rumi, Chelibi Emir ‘Arif, yang bernama Syams al-Din Ahmad Aflaki. Karya ini berisi biografi dan anekdot-anekdot Rumi, dan tokoh-tokoh lain yang terkait dengan beliau dan tarekat Maulawiyah. Oleh karena itu Manaqib al-‘Arifin sangat penting sebagai sumber informasi baik bagi kehidupan Rumi dan keluarganya, maupun bagi perkembangan Tarekat Maulawiyah itu sendiri.
Perkembangan Tarekat Maulawiah 
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran tarekat ini berhasil menarik perhatian para petinggi di Kesultanan Ottoman. Bahkan di masa inilah Mauwlawiyah mampu menghasilkan sejumlah penyair dan musisi legendaris seperti Sheikh Ghalib, Ismail Ankaravi yang berasal dari Ankara, dan Abdullah Sari. Bahkan ada yang mengatakan masuknya nay atau seruling ke dalam peradaban Eropa adalah berkat merambahnya aliran Mawlawiyah ke daerah “jajahan” Ottoman di Eropa. Dan berkat tersebarnya ajaran-ajaran cinta Rumi ke seluruh dunia sebagaimana yang termaktub dalam syairnya bahwa ”Manusia diciptakan dengan cinta untuk cinta. “Semua cinta adalah jembatan menuju Sang Maha Kasih. Karenanya, yang tak pernah merasakan cinta, tak akan pernah mengetahuinya”.[16]
Salah satu ordo yang berkembang pesat adalah Tarekat Maulawiyah yang bermarkas di Amerika Utara, dan dipimpin oleh Shaikh Kabir Helminski. Bersama isterinya Camille Helminski mereka membentuk organisasi dalam pengajaran spiritual The Treshold Society yang menyedot perhatian ratusan ribu orang. Kabir kemudian ditunjuk menjadi Shaikh (Musryid) oleh almarhum Dr. Celaleddin Celebi dari Turki, pemimpin Tarekat Maulaiyah dan penerus generasi ke 21 dari Jalaluddin Rumi.
Kabir menulis sejumlah buku tasawuf dan menerjemahkan beberapa karya Rumi. Dia orang muslim pertama yang diminta memberikan kuliah tentang spiritualitas di Harvard Divinity School. Kutipannya: Apakah Threshold Society itu? The Threshold Society (Masyarakat Ambang Pintu) adalah sebuah yayasan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk pengembangan spiritual dengan tradisi tarekat Mawlawiyah. Tujuannya, dalam pengertian luas untuk mengajarkan prinsip-prinsip pencapaian pengalaman spiritual. Pelatihan ini terbuka untuk semua orang tanpa membedakan agama dan kepercayaan yang dianut.
Ajarannya bersumber dari prinsip kerohanian yang termaktub dalam Alquran, khususnya seperti yang dianut para sufi besar semacam Bahauddin Naqshaband, Muhyiddin Ibn Arabi, dan yang terpenting baginya adalah Jalaluddin Rumi. Ketika kemanusiaan digerus oleh benturan berbagai kebudayaan, krisis ekologi, dan perubahan sosial yang sangat cepat, kelompok ingin mempromosikan kebenaran cinta dan pengetahuan Yang Mahakuasa melalui pengalaman langsung dan personal.
Untuk mencapai tujuan ini, digunakanlah beberapa ungkapan dan prinsip-prinsip inti dalam pengembangan spiritual, mengakui dan mengembangkan kemitraan sejati antara laki-laki dan perempuan, mengakui kemenyatuan dan kesalingtergantungan semua manusia dan semua makhluk hidup. Selain dari pada itu juga dikembangkan ekspresi kontemporer dari tradisi tasawuf klasik, dalam kata artian ialah menciptakan format yang memungkinkan individu-individu dan kelompok-kelompok untuk menjadi matang serta menyerap kenikmatan tasawuf, dan akhirnya memberikan sumbangan nyata bagi kebudayaan melalui seni, musik, dan sastra.
Manusia, termasuk orang Amerika, memiliki kebutuhan untuk bermasyarakat, khususnya masyarakat yang berbagi nilai-nilai spiritual. Nilai-nilai sufistik sangat penting untuk memperbaiki perilaku masyarakat. Adab ditekankan secara khusus dalam tradisi Mawlawiyah. Bagian penting dari pendidikan spiritual adalah mengembangkan kapasitas masyarakat untuk kemitraan. Dan komunitas pecinta Tuhan adalah wahana untuk mengembangkan kapasitas ini.
Tarekat Mawlawiyah mempunyai upacara yang indah, yang disebut Sama', yang terdiri dari ekspresi ibadah dan dalam waktu yang sama mencakup sebuah tradisi upacara dan musik spiritual. Di kota-kota besar Amerika Utara, upacara ini menjadi salah satu peristiwa kebudayaan yang paling populer. Banyak pengamat yang memuji getaran spiritualitas yang dirasakan setelah menyaksikan upacara itu.
Pengakuan salah seorang dari team ini bahwa suatu waktu kami diundang ke acara pertemuan antar iman di Katedral Nasional Washington, tempat ibadat Presiden Amerika Serikat. Ada sekitar 2.000 orang non-muslim yang ikut menyenandungkan zikir dan menyimak la ilaaha illallah begitu sejumlah darwis Mawlawiyah Amerika berpusar di panggung. Salah satu uskup Washington mengatakan bahwa pandangannya tentang spiritualitas semakin kaya malam itu![17]

Kesimpulan 
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berkut :
1.    Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi di Konya setelah seorang darwisy yang menjadi guru utamanya meninggal.
2.      Sistem pemahaman yang diusung oleh tarekat Maulawiyah ini bernuansa integral yang kemudian terakhir diistilahkan dengan triologi; melihat keterikatan secara substansial antara Tuhan, manusia dan alam semesta.
3.    Ciri utama yang sangat menonjol dari aliran tarekat ini ialah praktek zikir yang dilakukan dengan cara menari untuk memperoleh kefanaan spiritual.
4.  Rumi telah menghasilkan karya monumental yang sekaligus sangat bermanfaat bagi semua orang, diantaranya ialah : Mastnawi al-Ma’nawi, atau Mastnawighazal (puisi cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz (Ode mistik Syams Tabriz), Karya prosa yang berjudul Fihi Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “percakapan Rumi”, Ruba’iyat, yang berisi 1600 kuatern orisinal dan al-MaktubatManaqibal-‘Arifin (legends of sufis).
5.   Tarekat maulawiyah ini lebih pesat berkembang di Amerika, sedangkan di Indonesia tarekat ini belum begitu buming baik secara intelektualitas dan terlebih lagi praktisi.

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, Abu al-Ala’. Fii Tasawuf al-Islam wa Tarikhukhu. Kairo : Matba’ah lajnah at-Ta’lif wa al-Nasyr, 1388 H.

Banani, Amin. Kidung Rumi: Puisi dan Mistisisme dalam Islam, Surabaya : Risalah Gusti, 200.

Chittick, William. The Sufi Doctrine of Rumi: An Introduction, Teheran : Aryamehr University Press, 1974.

Google, blogberita.net/2008/06/16/fanatiklah-pada-cinta-bukan-agama, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.

Hartono, Ahmad Jaiz.  Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Cet. I; Solo : Wacana Ilmiah Press, 2006.

Iqbal, Muhammad. The Development of Metaphysic in Persia, London: Luzac & Co. Ltd., 1908.

Labib, Muhsin. Mengurai Tasawuf Irfan dan Kebatinan. Cet. I; Jakarta : Ikapi, 2004.

Kartanegara, Mulyadi. Jalal al-Din Rumi : Guru Sufi, Penyair Agung, Cet.I; Jakarta : Teraju, 2004.

Kartanegara, MulyadiPanorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu, Cet. II; Bandung : Mizan, 2005.

Mulyati, Sri. Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Cet. I;Jakarta: Kencana, 2004.

Muthahari, Murtahda. Menapak Jalan Spiritual. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.

Nassr, Sayyed Hoosein, Islamic Spirituality: Manifestations. terj. Tim Penerj. Mizan,Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam : Manifestasi, Cet. I; Bandung : Mizan, 2003.

www. majalah.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.

www. majalah.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.


[1] William Chittick, The Sufi Doctrine of Rumi: An Introduction, (Teheran : Aryamehr University Press, 1974), h. 10. Lihat juga Sayyid Hossein Nasr yang menyatakan bahwa Tarekat Maulawiyah memainkan peranan besar dalam sejarah kekaisaran Utsmaniyyah secara spiritual, kultural, dan politik. Islamic Spirituality: Manifestations. terj. Tim Penerj. Mizan, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Cet. I Bandung : Mizan, 2003), h. 151-152.
[2] Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2004), h. 321.
[3] Ahmad Jaiz Hatono,  Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. (Cet. I; Solo : Wacana Ilmiah Press, 2006), h. 24.
[4] Sri Muliyati, Op.cit. h. 324.
[5] Google, blogberita.net/2008/06/16/fanatiklah-pada-cinta-bukan-agama, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.
[6] www. majalah.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.
[7] Amin Banani (ed.), Kidung Rumi: Puisi dan Mistisisme dalam Islam, (Surabaya : Risalah Gusti, 2001), h. 6.
[8] Sri Muliyani, Op.cit., h. 326.
[9] Muliadi Karta Negara, Jalal al-Din Rumi : Guru Sufi, Penyair Agung, (Cet.I; Jakarta : Teraju, 2004), h. 27. dan  QS. 57 : 3.
[10] Muhammad Iqbal, The Development of Metaphysic in Persia, (London: Luzac & Co. Ltd., 1908), h. 113.
[11] Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu, (Cet. II; Bandung : Mizan, 2005), h. 26.
[12]Sri Mulyani, Op.cit., h. 328.
[13] Mulayadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu., Op.cit., h.27.
[14] Ibid., h. 28.
[15] Sri Mulyati., Op.cit., h. 343-344.
[16] Risensi bacaan penulis dari Koran Tempo 27 Agustus 2007 pada bagian Blog Berita oleh Qaris Tajudin.
[17] www. majalah.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2011.

No comments:

Post a Comment